Respon Pemerintah Indonesia dalam Memenuhi Hak Penyandang Disabilitas Selama Pandemi Covid-19

Penyandang disabilitas termasuk salah satu kelompok rentan yang paling terdampak Covid-19. Dampak tersebut terlihat dalam banyak aspek, mulai dari ekonomi, kesehatan, hingga pendidikan. Pandemi memperparah keadaan penyandang disabilitas yang memang kesulitan meskipun di masa sebelum pandemi. Dalam usaha menanggulangi kesulitan di masa pandemi pun kebijakan-kebijakan struktural dan praktiknya masih belum terkategori inklusif bagi penyandang disabilitas.

Penyandang disabilitas termasuk salah satu kelompok rentan yang paling terdampak Covid-19. Dampak tersebut terlihat dalam banyak aspek, mulai dari ekonomi, kesehatan, hingga pendidikan. Pandemi memperparah keadaan penyandang disabilitas yang memang kesulitan meskipun di masa sebelum pandemi. Dalam usaha menanggulangi kesulitan di masa pandemi pun kebijakan-kebijakan struktural dan praktiknya masih belum terkategori inklusif bagi penyandang disabilitas.

Untuk melindungi dan membantu penyandang disabilitas beradaptasi dengan kondisi baru, maka diperlukan kebijakan-kebijakan yang dapat memenuhi hak penyandang disabilitas. Meskipun telah ada payung hukumnya yaitu Pasal 20 UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas terkait dengan jaminan hak perlindungan dari bencana bagi penyandang disabilitas, regulasi tersebut dirasa masih belum memberikan jaminan hak perlindungan bagi penyandang disabilitas yang sepenuhnya di masa pandemi Covid-19, karena masih banyak aspek-aspek penting yang belum diperhatikan.

Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Republik Indonesia untuk menjamin hak perlindungan penyandang disabilitas di masa pandemi Covid-19, khususnya dalam menghadapi situasi New Normal. Peraturan yang muncul pertama kali terkait penyandang disabilitas bersamaan dengan situasi pandemi Covid-19 yaitu, Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas yang diterbitkan pada 20 Februari 2020. Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa pedoman terkait pencegahan dan perlindungan di situasi pandemi Covid-19, di antaranya yaitu :

  1. Kementerian Sosial: mengeluarkan pedoman untuk pencegahan dari kemungkinan terpapar Covid-19. Kementerian Sosial juga mengurus dana bantuan sosial (bansos).
  2. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: mengeluarkan Panduan Perlindungan Khusus Bagi Perempuan Penyandang Disabilitas dalam Situasi Pandemi Covid-19.
  3. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDT): menyusun pedoman pengembangan desain inklusi.
  4. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: membuat Panduan Layanan Kelas Daring untuk Pengajaran dan Mahasiswa Tunanetra, Tuli/Disabilitas Rungu, Disabilitas Fisik di Perguruan Tinggi dan sudah melakukan sosialisasi Peraturan Pemerintah Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
  5. Tim Komunikasi Sub-Klaster Lansia, Disabilitas, & Kelompok Rentan Lainnya di Klaster Nasional Perlindungan & Pengungsian: membuat Panduan Penyelenggaraan Komunikasi Dan Penyampaian Informasi yang Inklusif tentang Penanganan Covid-19.

Pemerintah juga telah memberikan perhatian bagi penyandang disabilitas Tuli dalam pemberian informasi terkait Covid-19. Salah satunya yaitu dengan dilibatkannya juru bicara bahasa isyarat di Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam setiap pemberian informasi. Kemudian, terdapat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional yang telah memperluas makna kerentanan agar lebih akomodatif pada ragam dan karakteristik penyandang disabilitas. Kementerian tersebut juga menyelenggarakan webinar tentang dampak Covid-19 terhadap penyandang disabilitas dimana webinar tersebut melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi penyandang disabilitas dan stakeholder lainnya (sumber: Kompas).

Tidak hanya pemerintah pusat yang turut menciptakan kebijakan-kebijakan untuk menjamin perlindungan penyandang disabilitas. Pemerintah daerah juga berusaha memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas di masa pandemi Covid-19. Seperti yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten Tegal yaitu, membuat program keterampilan dan pelatihan seperti menjahit, tata boga, service handphone, dan membatik, sekaligus diberikan peralatan untuk modal usaha. Kemudian terdapat strategi pengembangan usaha penyandang disabilitas dalam hal pemasaran secara online yaitu dengan mengikuti pelatihan E-market melalui aplikasi virtual zoom, program pendampingan perekaman E-KTP bagi difabel, program pendampingan pembuatan SIM D untuk penyandang disabilitas, serta difabel yang memiliki keahlian menjahit hasil pelatihan juga dilibatkan dalam order yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal yakni pembuatan 6.000 masker dan dilanjutkan face shield sejumlah 6.800 buah untuk diserahkan kepada Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Tegal (sumber: Ayo Tegal).

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB juga turut memberikan kontribusinya kepada disabilitas khususnya para pelajar yaitu dengan membentuk program Guru Kunjung. Pada program tersebut, guru langsung mengunjungi siswa berkebutuhan khusus. Konsep guru kunjung bertujuan untuk memfasilitasi peserta didik yang berdomisili di wilayah tidak terjangkau internet. Program guru kunjung dilaksanakan secara periodik dan para guru tentunya dibekali dengan kelengkapan protokol kesehatan Covid-19 dan harus dalam kondisi yang sehat untuk mengajar (sumber: Radar Lombok).

Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah memang telah membantu para disabilitas dalam menghadapi pandemi Covid-19. Namun, kebijakan tersebut dirasa masih luput dari beberapa aspek penting salah satunya yaitu aspek fasilitas publik. Banyak wastafel (tempat cuci tangan) masih belum memadai bagi pengguna kursi roda yaitu dari ketinggiannya. Bilik desinfeksi juga masih sebatas berukuran orang normal sehingga pengguna kursi roda kesulitan menggunakannya. Selain itu, penyebaran informasi mengenai Covid-19 juga masih kurang aksesibel. Informasi penerapan protokol kesehatan yang berlaku di suatu tempat masih jarang ditemui dalam bentuk huruf braille atau suara (bagi tunanetra) serta media dalam bentuk tulisan, gambar, atau video (bagi tunarungu). Selain itu, di beberapa daerah bantuan sosial masih  belum diberikan secara merata kepada disabilitas. Sosialisasi dan informasi mengenai prosedur mendapatkan bantuan pun masih belum optimal, serta pendamping medis yang dapat berkomunikasi dengan penyandang disabilitas yang teridentifikasi positif Covid-19 juga masih belum diperhatikan oleh pemerintah.

One comment

Leave a Reply

%d bloggers like this: