Akses Informasi tentang COVID-19 bagi Penyandang Disabilitas

Beragamnya jenis disabilitas beserta karakteristik dan kebutuhannya, berbeda-beda juga permasalahan akses informasi yang dihadapi. Misalnya, anak-anak Tunagrahita membutuhkan informasi yang sederhana, mudah dipahami, dan disampaikan secara berulang-ulang.

Survei dan penelitian yang dilakukan beberapa lembaga dan perguruan tinggi di Indonesia melaporkan bahwa penyandang disabilitas merupakan salah satu kelompok rentan yang berisiko tinggi terpapar coronavirus. Tidak hanya di Indonesia, tetapi sejak awal kemunculan wabah Covid-19, lembaga internasional dan para ahli yang peduli pada penyandang disabilitas telah memberikan rekomendasi, panduan, atau mengingatkan tentang pentingnya tidak mengabaikan dan menghormati hak penyandang disabilitas dalam penanganan pandemi Covid-19 ini. 

Salah satu permasalahan utama yang muncul di awal masa  bagi kalangan penyandang disabilitas adalah sulitnya mendapat akses informasi tentang Covid-19. Contohnya, baru-baru ini, dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Dani Prabowo dan dimuat di website Kompas com[1] disebutkan bahwa akses informasi bagi penyandang disabilitas yang ada di daerah terpencil atau pedesaan masih sangat minim. Hal ini menyebabkan munculnya informasi yang salah, seperti penggunaan hand sanitizer untuk mencuci tangan dengan air, daripada menggunakan sabun. Selain itu, di daerah terpencil di Indonesia Timur ini, kondisi seperti minimnya jaringan internet, tidak adanya jaringan listrik atau  sinyal radio dan televisi, membuat masyarakat termasuk yang memiliki disabilitas tidak teredukasi dengan baik. Organisasi internasional, Yayasan Plan International Indonesia,telah berpartisipasi dalam memberikan akses informasi dengan cara menurunkan para relawan secara langsung ke lokasi-lokasi terpencil untuk memberikan edukasi dan informasi yang benar terkait Covid-19.

Penyandang disabilitas memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda-beda untuk mengakses informasi. Kelompok penyandang disabilitas Tuli, misalnya, sejak awal pemberitaan Covid-19 media massa–terutama televisi–tidak menyediakan juru bahasa isyarat dalam menyampaikan informasi. Hal ini mendorong salah satu DPO, Gerakan Untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN), untuk menyediakan akses informasi yang aksesibel bagi penyandang Tuli[2]. Hal serupa juga dialami oleh para penyandang Tunanetra, dimana banyak informasi tentang panduan pencegahan dan pengendalian wabah Covid-19 tertulis dalam format yang tidak aksesibel, sehingga tidak dapat diakses oleh komunitas Tunanetra[3]

Beragamnya jenis disabilitas beserta karakteristik dan kebutuhannya, berbeda-beda juga permasalahan akses informasi yang dihadapi. Misalnya, anak-anak Tunagrahita membutuhkan informasi yang sederhana, mudah dipahami, dan disampaikan secara berulang-ulang. Bagi Tunadaksa, akses informasi terkait pelayanan kesehatan dan terapi bisa menjadi hal yang sangat krusial.

Terkait pelayanan kesehatan tentang Covid-19,WHO telah mendesak pemerintah di setiap negara untuk[4]:

  • Menyediakan captioning/bentuk tertulis dan, jika memungkinkan, bahasa isyarat untuk semua acara yang direkam dan disiarkan secara langsung. Hal ini termasuk konferensi pers nasional, berita, dan media sosial;
  • Konversi materi publik ke dalam format yang “Mudah Dibaca” sehingga dapat diakses oleh orang-orang dengan keterbatasan intelektual atau gangguan kognitif;
  • Kembangkan produk informasi tertulis yang dapat diakses dengan menggunakan format dokumen yang sesuai, (seperti “Word document”), dengan judul terstruktur, cetakan besar, warna yang kontras, versi braille dan format aksesibel lainnya untuk penyandang Tunanetra-Tuli;
  • Sertakan keterangan untuk gambar yang digunakan dalam dokumen atau di media sosial. Gunakan gambar yang inklusif dan tidak menstigmatisasi kaum disabilitas.
  • Berkolaborasi dengan organisasi disabilitas DPO, termasuk lembaga advokasi dan penyedia layanan disabilitas untuk menyebarkan informasi kesehatan masyarakat.

Informasi yang perlu disampaikan kepada para penyandang disabilitas, International Disability Alliance (IDA) telah mengeluarkan rekomendasi terhadap respon Covid-19 yang inklusif disabilitas yaitu, [5]:

  • Pengetahuan umum tentang Covid-19
  • Kiat-kiat penanggulangan/mitigasi infeksi, termasuk kebijakan pembatasan ruang publik (PSBB), 
  • Layanan yang ditawarkan, dalam berbagai format yang dapat diakses dengan penggunaan teknologi yang aksesibel; 
  • Informasi tentang layanan bantuan (Support Services) berupa:
    • pelayanan kesehatan/rehabilitasi
    • asisten pribadi (Personal Assistant)
    • juru bahasa isyarat
    • ketersediaan aksesibilitas fisik serta komunikasi juga harus disampaikan; 
  • Memperkenalkan tes proaktif dan langkah-langkah pencegahan yang lebih ketat bagi kelompok penyandang disabilitas yang lebih rentan terhadap infeksi karena komplikasi pernapasan atau komplikasi kesehatan lainnya;yang disebabkan oleh gangguan (impairment) yang mereka miliki;
  • Informasi tentang ketersediaan call center khusus disabilitas;
  • Layanan konseling atau pendampingan psikologis bagi penyandang disabilitas, terutama bagi mereka yang memiliki gangguan mental;
  • Bantuan sosial (tunai/non-tunai) yang tersedia dan dapat diakses oleh penyandang disabilitas, baik dari pihak pemerintah maupun swasta.
  • Layanan pendidikan termasuk layanan guru pendamping khusus atau bantuan dana untuk uang sekolah/kuliah.

Sebagian besar dari rekomendasi di atas juga pernah kami (AIDRAN) sampaikan dalam website resmi kami. Pada intinya, semua informasi yang diberikan kepada seluruh warga negara  termasuk penyandang disabilitas. 

Dengan mempertimbangkan hak aksesibilitas untuk mendapatkan informasi yang sama, seharusnya sudah tidak ada lagi diskriminasi akses informasi yang dialami penyandang disabilitas.. Pemerintah harus bekerjasama dengan seluruh elemen masyarakat, termasuk berkolaborasi dengan organisasi-organisasi atau komunitas-komunitas disabilitas yang ada di daerah, agar informasi tentang wabah Covid-19 ini dapat tersampaikan sesuai dengan kondisi mereka. Selain itu, memanfaatkan organisasi-organisasi penyedia relawan juga dapat menjadi alternatif untuk mengatasi permasalahan akses informasi, terutama di daerah terpencil seperti di pedesaan.

Referensi:

  1. https://nasional.kompas.com/read/2020/05/17/13314491/informasi-covid-19-untuk-penyandang-disabilitas-di-wilayah-terpencil-minim
  2. https://www.covesia.com/archipelago/baca/95830/kaum-disabilitas-harapkan-akses-informasi-covid-19-kepada-gubernur
  3. https://difabel.tempo.co/read/1325736/tunanetra-tak-dapat-mengakses-informasi-tertulis-tentang-corona
  4. https://cipesa.org/2020/04/why-access-to-information-on-covid-19-is-crucial-to-persons-with-disabilities-in-africa/
  5. http://www.internationaldisabilityalliance.org/content/covid-19-and-disability-movement

Leave a Reply

%d bloggers like this: