Diskusi Peran Ombudsman dalam Monitoring Pemenuhan Hak Difabel

Jum’at, 30 April 2021 lalu, Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN), Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah, dan Jaringan Kawal Jateng Inklusi (Jangkajati) dengan dukungan Knowledge Sector Initiatives (KSI) menyelenggarakan seminar daring berjudul “Peran Ombudsman dalam Monitoring Pemenuhan Hak Difabel dalam Pelayanan dan Penggunaan Fasilitas Publik”.

Seminar ini menghadirkan Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), Dra. B. Noviana D. R. (Komunitas Sahabat Difabel dan Roemah Difabel), Siti Farida, MH (Kepala Perwakilan Ombudsman Jateng) dan Sunarman Sukamto (Staf Presiden Bidang Polhukam dan HAM) sebagai pemateri.

Sedangkan Fatimah Asri Mutmainnah (Ketua HWDI Rembang), Edy Supriyanto, SE (Ketua SEHATI, Sukohardjo), dan Muhammad Julijanto, M. Ag. (Divisi Hukum PSLD IAIN Surakarta) sebagai penanggap. Purwanti (Koordinator Advokasi dan Jaringan Sigab Indonesia) bertugas sebagai moderator pada kegiatan seminar ini.

Noviana mengatakan bahwa saat ini ada sekitar dua setengah juta penyandang disabilitas di Jawa Tengah, hampir seperlima dari mereka tinggal di panti rehabilitasi. Menurutnya, itu hanya data sementara dari berbagai penelusuran sumber, termasuk data resmi dari Dinas Sosial Provinsi. Aktivis penyandang disabilitas disabilitas juga telah membentuk Konco Ombudsman yang bertugas membantu ombudsman tingkat provinsi untuk mendorong monitoring penyelenggaraan layanan publik kepada penyandang disabilitas.

“Pertama, yang kami kumpulkan saat itu adalah jumlah kabupaten kota yang sudah memiliki perda. Dari 36 kabupaten kota itu yang sudah memiliki Perda untuk penyandang disabilitas hanya empat belas kabupaten dan kota,” imbuh Noviana.

Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah hadir untuk mewakili Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang berhalangan hadir dalam seminar ini. Kepala Dinsos Jateng Harso Susilo, ST, MM. mengatakan bahwa kebijakan tentang pemenuhan hak penyandang disabilitas telah banyak didorong di berbagai kabupaten dan kota di Jawa Tengah. Ia menekankan adanya kolaborasi multipihak dan SKPD di berbagai tingkat pemerintahan.

“Permasalahan penyandang disabilitas tidak hanya melalui dinas sosial atau pemerintah provinsi secara umum, tetapi semua SKPD, semua stakeholder, sehingga penguatan kolaborasi inilah yang perlu tetap dikuatkan dan ditingkatkan, hingga pemerintah daerah,” ucap Harso.

//www.instagram.com/embed.js

Di sisi lain, Siti Farida, MH (Kepala Perwakilan Ombudsman Jateng) mengakui bahwa masih terjadi banyak maladministrasi dan korupsi dalam penyelenggaraan kebijakan publik. “Maladministrasi merupakan dua sisi yang tidak terlepas dari korupsi tentu itu secara langsung akan berpengaruh kepada klien publik ini,” tegas Farida.

Sunarman Sukamto (Staf Presiden Bidang Polhukam dan HAM) juga menjelaskan bahwa pemenuhan hak dijamin oleh UU HAM. Sebagai lembaga monitoring, menurutnya, ombudsman perlu masukan atau input terkait pandangan inklusi-disabilitas, baik di tingkat sumber daya manusia hingga infrastruktur layanannya.

Fatimah Asri menanggapi dengan bercerita bahwa ia dan komunitasnya mengalami banyak hambatan terutama ketersediaan infrastruktur fisik yang inklusif. Ia bercerita bahwa ia harus salat dan i’tikaf di emperan masjid karena masjid tersebut tidak inklusif. Di sisi lain, Edy Suprianto banyak menekankan pada pentingnya membuat prosedur standar operasional yang inklusif agar layanan juga inklusif bagi penyandang disabilitas.

“Banyak sop-sop yang perlu kita bangun bersama-sama dengan melibatkan kemajuan ilmu. Saya yakin ada management customer service excellent, itu bisa dipadukan dengan bagaimana CSO pelayanan publik di layanan dasar kesehatan di puskesmas dapat melayani penyandang disabilitas dengan baik,” usul Edy dengan memberikan contoh.

Selengkapnya, Anda dapat tonton dan simak di link YouTube ini.

Discover more from AIDRAN

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading